PERANAN KWEEKSCHOOL DALAM MENCIPTAKAN CALON PEMIMPIN DI SUMATERA
BARAT
Landasan
pendidikan di Sumatera Barat semasa pemerintahan Hindia Belanda tidak berbeda
dengan daerah lain di Indonesia. Sekolah yang pertama terdapat di Sumatera
Barat terletak di kota Padang
yang didirikan pada tahun 1856, yaitu "Gouvernment lnlansche School" atau Sekolah Kelas Dua.3)
Sistem tingkatan sekolah ini berbeda dengan sistem sekolah sekarang. Pada waktu
itu murid Sekolah Kelas Dua diterima pada kelas V yaitu kelas tertinggi menurut
ukuran sekarang. Pada waktu itu kelas V itulah yang merupakan kelas yang
terendah, murid yang naik kelas akan memasuki nomor kelas yang makin rendah
atau menurun, yaitu naik ke kelas IV, III, II, dan I. Tiga tahun kemudian
Belanda mendirikan pula sekolah di Bukittinggi yang bernama Kweekschool atau
lebih dikenal dengan nama "Sekolah Raja" di Sumatera
Barat pada waktu itu, karena itulah satu-satunya sekolah yang tertinggi.
Anak-anak yang diterima adalah anak dari orang terpandang, seperti Kepala Nagari,
Laras (suatu jabatan yang kira-kira sama dengan Regent atau Camat
sekarang), atau anak dari pegawai-pegawai Belanda. Anak rakyat biasa tidak akan
dapat masuk sekolah ini, walaupun tinggi tingkat kecerdasannya.
Sekolah
Raja merupakan sekolah yang dipandang tinggi oleh rakyat Sumatera Barat. Semua
murid memakai pakaian yang rapi dengan dasi. Murid Sekolah itu dipandang tinggi
kedudukannya oleh masyarakat, apalagi kalau sudah memegang suatu jabatan pada
pemerintahan. Murid itu memperlihatkan tingkah laku yang berbeda, mereka
menganggap dirinya orang yang mulia di tengah masyarakat. Murid sekolah
tersebut membentuk kelompok sendiri dalam masyarakat. Mereka memisahkan diri
dari pergaulan masyarakat yang mereka anggap orang rendah yang tidak setaraf
dengan mereka. Belanda berhasil menanamkan suatu rasa yang merupakan bibit
perpecahan dalam masyarakat, yang kemudian memperlihatkan diri dengan nyata.
Tetapi
terlepas dari itu, adanya Sekolah Raja merupakan suatu keuntungan dan
kesempatan baik bagi masyarakat Sumatera Barat. Tidak semua murid mau memenuhi
keinginan Belanda, banyak di antara mereka dapat melihat kenyataan bahwa mereka
disekolahkan terutama untuk kepentingan Belanda. Pelajaran yang mereka peroleh
membuka mata mereka terhadap keburukan pemerintahan Belanda di Indonesia.
Bacaan mereka tentang keadaan dunia luar menyebabkan mereka mengetahui
bagaimana baiknya keadaan bangsa yang tidak terjajah.
Didirikannya
Sekolah Raja adalah untuk mendidik guru, tamatan sekolah itu akan ditugaskan
menjadi guru pada sekolah yang dibuka Belanda kemudian di Sumatera Barat,
tenaga guru Belanda kurang untuk memenuhi jumlah sekolah. Untuk menampung
pembukaan sekolah pemerintah Belanda mempersiapkan guru lebih dahulu.
Perkembangan
Sekolah Raja makin lama makin ditingkatkan mutunya oleh Belanda. Selama sebelas
tahun dari pembukaannya bahasa Belanda belum diajarkan, karena murid yang
diterima pada mulanya anak yang belum kenal bahasa Belanda. Pada tahun 1865,
bahasa Belanda mulai diajarkan, murid sekolah tersebut bertambah bangga, karena
mereka sudah pandai mempergunakan bahasa asing. Derajat mereka di tengah
masyarakat bertambah tinggi. Pada tahun 1871, bahasa Belanda sudah merupakan
bahasa wajib yang harus dipelajari oleh semua murid dan harus lulus dengan
baik, tamatan Sekolah Raja harus pandai berbahasa Belanda dengan lancar.
Semenjak itu ukuran kepandaian murid adalah kecakapan mereka dalam
mempergunakan bahasa Belanda sehari-hari. Selanjutnya empat belas tahun
kemudian bahasa Belanda dijadikan bahasa pengantar di Sekolah Raja, sekolah itu
bertambah tinggi dipandang masyarakat, mereka mempersamakan murid dengan orang
Belanda. Dengan berkembangnya kepandaian berbahasa Belanda di sekolah itu, maka
penerimaan muridpun makin ditingkatkan, saringan masuk makin diperketat.
Sewaktu
bahasa Belanda sudah merupakan bahasa Wajib di Sekolah Raja, sekolah lain yang
lebih rendah tingkatannya sudah banyak didirikan oleh Belanda seperti sekolah :
Valksschool, Vervolgschool, Sekolah Kelas Satu,
dan beberapa sekolah kejuruan Indonesia.
Pada mulanya masukan Sekolah Raja dapat diterima dari Vervolg School,
tetapi semenjak awal abad ke-20 yang dapat diterima masuk Sekolah Raja hanya
murid yang berasal dari tamatan Sekolah Kelas Satu.
Dengan
bertambah tingginya mutu masukan Sekolah Raja itu, bertambah tinggi pula
pandangan masyarakat. Terhadap sekolah yang lebih rendah tingkatannya, sudah
tinggi pandangan masyarakat, apalagi terhadap Sekolah Raja.Bagi murid Sekolah
Raja yang sudah bekerja pada pemerintah Belanda berkecukupan hidupnya hanya
dari gaji yang diterima. Belanda seolah-olah memberi angin kepada mereka dengan
mengangkat derajat mereka. Kenyataannya keadaan ini memang disengaja oleh
Belanda untuk tetap menanamkan rasa perpecahan di kalangan rakyat.
Tamatan
Sekolah Raja juga dimanfaatkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mengisi
jabatan pada pemerintahan atau dipekerjakan di tempat lain yang ditentukan oleh
Belanda. Dengan demikian tamatan Sekolah Raja makin mendapat angin, karena
mereka juga mulai dapat memegang kekuasaan pemerintahan, walaupun kekuasaan itu
bukan menentukan.Tamatan Sekolah Raja juga diangkat sebagai jaksa pada
pengadilan Belanda (Landraad). Mereka itu bukan saja ditempatkan di
Sumatera Barat, tetapi juga di daerah lain di Sumatera seperti Medan,
dan Palembang.
Dari
28 orang tamatan Sekolah Raja angkatan pertama, hanya 12 orang saja yang
dipekerjakan sebagai guru, yang selebihnya dipekerjakan pada berbagai bidang
pemerintahan. Belanda membutuhkan tenaga bukan guru jauh lebih banyak dari
tenaga guru. Tamatan Sekolah Raja juga diangkat sebagai pengawas gudang,
pegawai perusahaan dagang Belanda. Tamatan Sekolah Raja tidak kalah pintar dari
bangsa Belanda, semua tugas yang diberikan kepada mereka dapat diselesaikan
dengan baik. Keadaan itu menimbulkan rasa harga diri mereka, menimbulkan
kesadaran dan menghapus perasaan rendah diri. Di bidang administrasi
pemerintahan hasil kerja orang Sumatera Barat lebih baik dari orang Belanda.
Akibat
sampingan dari dibukanya sekolah oleh Belanda adalah munculnya golongan
terpelajar dengan hati dan mata yang telah terbuka melihat kepincangan yang
dijalankan pemerintah Hindia Belanda selama ini di Indonesia. Mereka dapat melihat
kemelaratan masyarakat Sumatera Barat pada umumnya dan menumbuhkan cara
berfikir yang kritis. Timbul daya kritik yang tajam terhadap pemerintah Belanda
di Sumatera Barat mengenai adanya kemiskinan dan kesengsaraan hidup masyarakat
Sumatera Barat yang oleh Belanda selama ini didiamkan saja. Daya kritis itu
mereka lontarkan pada bangsa asing yang sedang berkuasa dan terhadap
pelaksanaan adat Minangkabau yang dilakukan oleh para pemimpin adat. Walaupun
mereka sudah merupakan orang terdidik, tetapi dalam struktur adat Minangkabau
mereka hanya tergolong kepada anak kemenakan yang harus patuh kepada mamaknya
yang belum mendapat pendidikan Barat.
Pengaruh
lain adalah timbulnya kegairahan untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi, karena
dengan ilmu yang mereka dapat di sekolah yang masih rendah saja sudah
mendatangkan manfaat pada mereka, apalagi kalau dapat menempuh pendidikan yang
lebih tinggi. Keinginan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi
bertambah besar, kalau perlu keluar daerah Sumatera Barat seperti ke Jawa atau
keluar negeri sekalipun. Ongkos pendidikan sudah cukup dan gaji yang mereka
terima, sedangkan beberapa fasilitas lain akan diperoleh, karena mereka adalah
pegawai pemerintah Hindia Belanda.
Dari mereka yang
berfikiran maju itu lahir pejuang kemerdekaan Indonesia yang rela berkorban untuk
kepentingan kemerdekaan. Mereka inilah yang akan menjadi pelopor mendobrak
kekuasaan Belanda dari Indonesia.
Pada waktu itu mereka hanya dapat berdiam diri saja, karena jumlah mereka belum
banyak dan tidak semua tamatan Sekolah Raja yang berfikiran maju demikian.
Banyak juga di antaranya yang betul-betul bekerja dengan Belanda dan tidak mau
ikut dengan perjuangan bangsanya.
Tujuan
Belanda pada mulanya mendirikan sekolah hanyalah untuk memantapkan administrasi
pemerintahan yang memerlukan tenaga terdidik. Kepada mereka juga diharapkan
untuk menjadi golongan yang akan muncul menentang adat Minangkabau dan kekuatan
golongan agama Islam dalam masyarakat Sumatera Barat yang telah merupakan suatu
kekuatan yang menghalangi maksud Belanda menanamkan kekuasaan. Mereka
dipersiapkan dengan pendidikan Barat yang bertentangan dengan hidup golongan
adat dan kaum agama di Sumatera Barat. Tetapi kenyataannya, mereka mulai dapat
melihat keburukan Belanda dan kesengsaraan hidup bangsanya.
Pada
saat itu mereka terpaksa diam saja, karena mereka belum merupakan golongan yang
kuat yang dapat meruntuhkan kekuasaan Belanda yang telah tertanam kuat di
Sumatera Barat. Pada lahirnya mereka merupakan petugas pemerintah Belanda,
tetapi pada batinnya mereka merupakan embrio kekuatan baru yang pada saatnya
muncul menjadi pelopor dalam perjuangan. Pada akhir abad ke-19 sudah terlihat
munculnya embrio pelopor kemerdekaan yang berasal dari anak asuhan Belanda.
http://pakguruonline.pendidika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar